Jangan Baca Atheis, Nanti jadi Atheis?
Pada kata pengantar
cetakan 1990 dikatakan bahwa Roman Atheis mengetengahkan perkembangan yang
tipikal bagi masyarakat Indonesia sejak permulaan abad kedua puluh, yakni pergeseran
gaya hidup yang tradisional ke gaya hidup yang
modern, yang terasa sekali di bidang sosial, budaya dan politik.
Pergeseran itu memberikan imbas antara lain gesekan antar paham dan pergolakan
batin
Roman
Atheis, semua berawal dari pertemuan kembali
dua sahabat lama yaitu Rusli dan Hasan, selain pola asuh yang berbanding
terbalik pada masa kecilnya, keduanya berjumpa dalam perbedaan kepercayaan yang
ruang lingkupnya bukanlah agama lagi, melainkan konsep teologis tentang
ketuhanan, Hasan adalah seorang theis yang memeluk Islam sejak kecil dan Rusli
adalah seorang Atheis, yang tidak percaya pada keberadaan Tuhan. Kedua penganut
paham ini entah mengapa pada awalnya sama-sama menunjukan kefanatikan terhadap
pahamnya masing-masing melalui perdebatan, kalau saya meminjam istilah seleb ask.fm
favorit saya “orgasme”, pada Hasan yang theis ia melakukan “orgasme iman” dan
pada Rusli “orgasme atheisme”. Bagi saya novel Atheis menggambarkan keantagonisan kaum Religi dan Irreligi.
“Apa artinya kepandaian
manusia itu, bila dibandingkan dengan kepandaian Tuhan yang menciptanya."
Dengan tak kusangka-sangka, Rusli tidak menjawab, hanya tersenyum-senyum saja,
sambil menggulung-gulung lagi sebatang rokok baru. Mukanya tetap tenang.
Beberapa jurus kemudian, barulah ia berkata lagi, tapi seolah-olah tak acuh
akan perkataan barusan itu. Ujarnya, "Dan saya yakin, bahwa pada suatu
saat, entah sepuluh tahun lagi, entah seratus tahun lagi, entah seribu, dua
ribu tahun lagi, kepandaian dan
pengetahuan manusia itu
akan sedemikian majunya, sehingga
ia akan sanggup menghidupkan kembali orang-orang yang
sudah mati.” (Atheis, 1990: 83-84)
Siapa
sangka Hasan kemudian terpengaruh oleh Rusli menjadi seorang penganut atheis,
menurut saya pilihan Hasan menjadi atheis ini ia lakukan dengan mudah, karena
tampaknya sebelum berjumpa dengan Rusli ia tidak pernah melakukan perenungan
terhadap kehidupan beragamanya. Efek psikologis dari masa kecilnya yang selalu
ditakut-takuti tentang neraka dan ketenangan orang tuanya setelah beribadah,
meskipun dipengaruhi Kartini juga :
“Sebagai anak kecil aku
sudah dihinggapi perasaan takut kepada neraka. Itulah, maka aku sangat taat
menjalankan perintah Ayah dan Ibu tentang agama, dan kalau aku lengah sedikit saja,
maka segeralah aku diperingatkan kepada hukuman dan siksaan dalam neraka. Makin
besar, makin rajinlah aku melakukan perintah agama, dan dongeng-dongeng tentang
neraka itu tidak luntur, melainkan malah makin menempel terus dalam hatiku”
(Atheis,
1990: 26-27)
Pada novel ini tokoh
utama Hasan dimatikan hidup dan pikirannya juga, bagaimana akhirnya ia kembali pada
perasaan berdosa lagi, perenungannya kembali pada keberadaan Tuhan lagi dan
merasa dekat dengan Tuhan lagi, kematiannya pun mengucapkan kata Allahu Akbar,
meskipun saya tidak tahu apakah kata tersebut keluar hanya sebagai refleks saja
atau memang Hasan telah kembali tunduk kepada Tuhan.
Novel Atheis entah
mengapa hanya mempertemukan tokoh-tokoh berpaham “kiri” nan materialisme
sebagai penganut paham Atheis, seolah-olah semua penganut paham “kiri” semuanya
adalah atheis, apakah karena latar belakang Ahadiat
K.Mihardja yang pernah menjadi anggota Partai Sosialis Indonesia? Jika melihat
pada novel ada kisah tentang Hasan yang mandi di sungai Cikapundung pada dini
hari dan Anwar yang menerobos makam yang dipercaya keramat, apakah ada
keinginan penulis juga yang ingin membebaskan bangsa dari takhayul dan
kehidupan religius yang terlalu berorientasi pada hari kemudian tapi lupa kepada masa
sekarang.
Saya sendiri merasakan pengalaman batin dari membaca novel Atheis ini, saat pertama kali membacanya saat SMA saya merasa perlu lebih maksimal lagi dalam menjalani kehidupan beragama, yakni Iman yang harus selalu tetap dalam keluhurannya dan Taqwa ritual-sosial yang lebih lagi.
Pembaca zaman
ini banyak yang telah mengetahui kalau dunia barat semakin didominasi penganut Irreligi
dengan konsepnya yang bermacam-macam, dari mulai deis, atheis, agnostik,
panteis, dll, jadi Kalau dikatakan novel Atheis
menyebarkan paham Atheis dan membuat pembacanya dapat menjadi seorang atheis jelas terlalu berlebihan. Hahaha
Komentar
Posting Komentar
Dilarang menggunakan bahasa tidak baik seperti sara,porno