Hidup di Jogja (1): Pekerjaan Profesional Pertama


Views dari rooftop kantor pertama saya.

Sudah sepuluh bulan saya, seorang lulusan kampus Jatinangor dan ber-KTP Bogor yang umumnya merintis karir pertama di Jakarta atau Bandung, tinggal dan bekerja di Jogja. Saya menjadi perantau yang ora umum di kota ini: umumnya pekerja fresh graduate pendatang di Jogja merupakan lulusan kampus Jogja. Kalaupun ada pekerja pendatang yang bukan lulusan kampus Jogja atau bukan orang sekitar Jogja, kebanyakan masih lulusan kampus di kota sekitar Jogja, misal lulusan Solo atau Magelang. 

Bagaimana saya bisa sampai bekerja di kota ini? Terlalu lama menganggur kala pandemi lah jawabannya. Pekerjaan terakhir saya bersifat proyekan dan berakhir kala pandemi pada April 2020. Saya memasukan lamaran kerja ke berbagai kota besar dan kota industri di Pulau Jawa saat menganggur, dari Cilegon sampai Malang, hanya dua kota yang merespon lamaran saya: Semarang dan Jogja. Tiga kali saya tidak lolos tahap interview di Semarang, di Jogja saya langsung lolos dalam sekali interview dan menjalani pekerjaan profesional pertama saya di salah satu perusahaan outsource

Hidup di Jogja sebenarnya mirip dengan hidup di kota-kota besar lain, sepertinya di selatan Pulau Jawa, tidak ada kota yang lebih sibuk dari area perkotaan Jogja (Kota Yogyakarta, beberapa kecamatan di selatan Sleman dan beberapa kecamatan di utara Bantul). Sehoror-horornya klitih, kota ini tetap ramai hingga dini hari, berbeda dengan kota tetangga/rival tradisionalnya di Solo yang berangsur sepi mulai jam 8 malam. Kemudahan bepergian ke banyak tempat dalam sehari karena lalu lintas yang masih di level ramai lancar dan warganya yang cenderung santai membuat kota ini terasa slow-paced. Ada kalanya saya berpikir hari sudah sore padahal masih siang hari.

Enam Bulan Pertama Yang Berat

Tentu saja, saya sadar UMR Jogja termasuk yang terendah. Awalnya saat menerima pekerjaan di Jogja dengan gaji-di-atas-UMR-tetapi-tidak-sampai-satu-setengah-nya. saya cukup percaya diri karena berpikir bahwa biaya hidup Jogja akan serendah biaya hidup di kota-kota Jawa Tengah yang pernah menjadi tempat saya bekerja seperti Tegal dan Pekalongan. Saya juga berpikir secara kehidupan sosial saya akan aman karena memiliki beberapa kenalan di Jogja.

Ternyata asumsi saya itu salah, biaya hidup di daerah awal saya tinggal (Jalan Kaliurang bawah) dan bekerja (Bebarsari) tidak berbeda banyak dengan wilayah metropolitan lain seperti Bandung. Memang lebih rendah, tetapi tidak signifikan. Agak sulit membeli makan kurang dari sepuluh ribu sudah termasuk minuman. Harga kostan bahkan lebih mahal ketimbang di Jatinangor/beberapa daerah di Bandung misal Cibiru. 

Beruntung di dua bulan pertama saya bekerja, saya masih mendapatkan tunjangan PPKM dan tambahan dari paman-paman saya untuk berangkat ke Jogja masih tersisa. Mulai bulan ketiga sampai bulan keenam lah yang terasa berat bagi saya sejak tunjangan PPKM dihentikan. Saya mengakali pengeluaran konsumsi saya dengan kombinasi memasak nasi dan promo shopeefood agar tetap bisa menabung. Dalam pengeluaran di luar konsumsi, saya menjadi sangat jarang jalan-jalan dan berpikir berkali-kali setiap mengeluarkan uang, dari mengeluarkan uang untuk membeli buku sampai untuk sekedar njagong dengan teman-teman. Waktu luang yang panjang di Jogja karena tidak terjebak kemacetan atau perjalanan berjam-jam ke kantor terasa sia-sia dengan gaji yang tidak seberapa.

Bareng teman-teman kerja pertama di Jogja

Lingkungan pertemanan kerja saya pada waktu itu sebetulnya sangat aman, hampir tidak ada teman kerja yang toxic biarpun turn-over di tim saya terbilang tinggi karena faktor gaji. Namun, sejak penggunaan tools baru saat pergantian tahun, bekerja jadi menyebalkan. Tools baru itu sebetulnya belum siap difungsikan tetapi beban kerja dinaikkan. Inilah titik yang membuat saya berceletuk "buat apa mendapatkan tantangan lebih kalau tidak mendapatkan apresiasi lebih." 

Pindah Pekerjaan dan Pertimbangan Tetap Bertahan di Jogja

Kebetulan, di tengah perasaan sangat tidak betah karena tools baru dan kenaikan beban kerja, perusahaan saya menawarkan untuk berpindah klien dengan opsi klien di Jakarta atau di Jogja. Penempatan klien di Jakarta masih di bidang pelayanan sedangkan penempatan klien di Jogja untuk bidang sosial media. Saya mengajukan pindah klien ke keduanya, tapi akhirnya meminta bantuan SPV saya supaya bisa pindah klien dengan penempatan masih di Jogja dengan pertimbangan bisa beralih dari bidang pelayanan ke bidang sosial media dan merasa tidak siap jika bekerja di Jakarta. 

Mengapa saya tidak merasa siap bekerja di Jakarta? Pertama, sejak lulus kuliah saya memang menghindari bekerja di Jabodetabek kecuali di kota saya sendiri, Bogor. Kedua, posisi saya masih staff entry-level. Maka, kalau bekerja di Jakarta, saya hanya dihadapkan dengan satu pilihan untuk berhemat, yakni menglaju Bogor-Jakarta dengan estimasi waktu habis di jalan sekitar 4-5 jam.  

Kost di Jakarta memang bisa jadi pilihan lain untuk menekan pengeluaran, tetapi saya kira ada kemungkinan kualitas hidup menurun jika tinggal di Jakarta. Agak sulit menemukan kost nyaman dengan budget di bawa sejuta dan makanan murah yang rasanya bersahabat di Jakarta. Memang benar banyak kostan nyaman di Jakarta yang masih di kisaran ratusan ribu dan makanan murah tapi layak, tapi umumnya kostan dan makanan murah dengan rasa yang layak itu berada di daerah pinggiran. jarak 5-10 kiloan yang biasa ditempuh kurang dari setengah jam di Bogor dan Jogja bisa ditempuh hingga dua jam di Jakarta. Mengingat kemacetannya, jarak 5-10 kiloan yang biasa ditempuh kurang dari setengah jam di Bogor dan Jogja bisa ditempuh hingga dua jam di Jakarta, tentu saja kost di pinggiran Jakarta jadi tidak efektif jika jarak ke kantor jauh. 

Hamdallah, saya diterima di klien perusahaan saya yang sekarang. Saya tidak lagi berhadapan dengan komplain pelanggan dan pembagian shifting-nya pun lebih ramah sehingga saya merasa beban kerja lebih ringan. Tantangan lebih di klien baru adalah operasional kerja yang menggunakan Bahasa Inggris, tapi toh karena penggunaan Bahasa Inggris pula saya mendapatkan kenaikan gaji yang signifikan untuk ukuran pekerja entry-level di Jogja. Ada kalanya saya mendapatkan pendapatan dua kali lipat UMR bahkan lebih meskipun tidak setiap bulan dan masih terbilang kecil jika dibandingkan dengan teman-teman saya yang bekerja di Jakarta. 

Saya merasa keputusan pindah ke klien yang sekarang merupakan keputusan yang tepat. Sekarang tinggal berusaha supaya tetap perform supaya jenjang karir bisa berjalan, Aamiin.

Komentar

Postingan Populer