Suka dan Duka Bekerja Shifting

Tulisan ini merupakan salah satu jawaban saya di Quora pada 13 Januari 2022.

Ini adalah bulan kelima saya merasakan bekerja dalam sistem shifting 24/7. Berikut saya rangkum hal-hal yang saya suka dan saya anggap sebagai duka dari bekerja dalam sistem shifting 24/7:

Hal yang saya sukai dari bekerja dengan sistem shifting;

  • Jarang bekerja selama 5 hari berurutan

Berbeda dengan para pekerja non-shifting yang bekerja selama 5 hari berurutan pada hari kerja dan sudah memiliki hari libur yang pasti, yakni pada akhir pekan, hari libur saya sebagai pekerja shifting tidak menentu. Saya sering mendapatkan hari libur yang berbeda pada setiap pekan.

Pergantian hari libur ini lah yang membuat saya jarang bekerja selama 5 hari berurutan. Beberapa kali saya hanya bekerja tiga hari saja selepas libur sebelum mendapatkan jadwal libur lagi.

  • Mendapatkan jadwal masuk kerja jam enam pagi

Masuk kerja jam enam pagi adalah jadwal paling ideal bagi saya. Berangkat ke kantor dengan keadaan jalan yang masih sepi, perjalanan pulang pun ditempuh sebelum jam pulang kerja. Dari segi performa, saya masih dalam keadaan segar karena mulai bekerja 1–2 jam setelah bangun tidur.

Selain itu, kehidupan di luar pekerjaan juga masih bisa ter-handle jika saya masuk pada jam enam pagi. Saya masih bisa santai mengikuti berbagai kegiatan: masih bisa kumpul dengan teman-teman yang tidak bekerja dalam sistem shifting, ngopi di kafe sampai jam 10–11 malam ya santai, mau nobar jam 3 pagi pun tinggal bangun lebih cepat lalu tancap gas ke kantor setelahnya.

Hal yang tidak saya sukai dari bekerja dengan sistem shifting;

  • Gaji yang diterima berbeda-beda setiap bulan.

Tunjangan shifting yang saya dapatkan tergantung pada jumlah jadwal shift pagi buta/sore yang saya dapatkan. Tidak tanggung-tanggung, perbedaan gaji yang diterima setiap bulan bisa mencapai lebih dari sepuluh persen. Biasanya setiap bulan saya memiliki pengeluaran rutin untuk membeli buku, tapi bulan ini saya tidak membeli buku karena gaji yang saya terima pada bulan lalu lebih kecil sekitar dua belas persen dibanding gaji bulan sebelumnya.

  • Jumlah libur yang lebih sedikit ketimbang libur pekerja non-shifting

Pekerja non-shifting tentu saja akan libur pada hari libur nasional, sedangkan pekerja shifting harus siap dengan resiko bekerja pada hari libur nasional. Memang sih mendapatkan tunjangan hari libur nasional, tapi kalau anda hitung dalam satu tahun, betapa banyaknya pekerja shifting bekerja dibanding pekerja non-shifting. Libur nasional tahun ini saja sebanyak 16 hari :")

  • Rusaknya work, health, and life balance

Mendapatkan libur pada hari kerja bak memiliki pisau bermata dua. Di satu sisi, saya bisa jalan-jalan tanpa khawatir dengan masalah klasik hari libur seperti kemacetan/kepadatan tempat wisata, tetapi di satu sisi yang lain membuat saya sulit mengatur kehidupan di luar pekerjaan saya, misalnya mencocokan jadwal dengan teman di luar pekerjaan atau mengikuti kegiatan komunitas yang umumnya diadakan pada hari libur.

Selain dari jumlah libur dan kualitas kehidupan sosial yang menurun, saya juga sudah menyaksikan sendiri penurunan kualitas kesehatan dari perubahan jadwal shift. Kala itu shift tim saya berubah dari shift malam ke shift pagi dengan jeda satu hari. Gara-gara perubahan shift hanya dengan jeda satu hari tersebut, hampir semua anggota tim saya sakit dan beberapa di antaranya harus izin tidak bekerja. Saya yang tergolong fit "hanya" mengalami flu ringan.

Komentar

Postingan Populer